Di negara kita, disiplin berlalu lintas itu baru ramai dibicarakan, sebatas wacana, sedangkan di banyak negara lain, seperti Amerika Serikat, Singapura, Jepang, dan negara-negara maju lain, disiplin sudah dilaksanakan dalam kehidupan nyata bahkan sudah membudaya.
Singkatnya, disiplin sudah menjadi napas kehidupan.
Awal Januari lalu Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan diberlakukan. Untuk mendukung pelaksanaan undang-undang itu, lampu pengatur lalu lintas diperbaiki serta rambu-rambu dan tanda-tanda lalu lintas diperbarui.
Namun uniknya pemberlakuan UU lalu lintas yang baru itu tidak membawa ‘’perubahan apa- apa’’ bagi perilaku pengguna jalan sehari-hari. Semua pihak mempunyai argumentasi untuk membenarkan perilaku berlalu lintas. Semua disalahkan, kecuali dirinya sendiri.
Mengajarkan sopan santun berlalu lintas sejak dini memang sangat perlu, tetapi yang sangat perlu diatasi adalah perilaku pengguna jalan raya pada saat ini, termasuk juga pejalan kaki.
Inilah kenapa membangun budaya disiplin berlalu lintas harus dimulai dengan satu catatan besar, hukum harus diberi gigi.
Artinya, dimampukan untuk berani menggigit tanpa pandang bulu. Percayalah, disiplin merupakan sarana untuk menyelesaikan semua masalah kehidupan.
Berdisiplin berarti orang memikul tiga pokok nilai kehidupan: Menerima tanggung jawab, menjunjung tinggi kebenaran, dan menunda kepuasan. Upaya menegakkan disiplin berlalu lintas menjadi sangat penting lantaran seperti kata orang bijak, budaya suatu bangsa dapat dilihat dari cara mereka berlalu lintas.'